Wednesday, May 30, 2012

Robert Frager's foreword for "Motivation and Personality" (3rd edition) by Abraham H. Maslow

0comments
Prolog

PENGARUH ABRAHAM MASLOW
Robert Frager

Seseorang tidak bisa memilih hidup secara bijak kecuali dia berani mendengarkan dirinya, dirinya sendiri, di setiap momen kehidupannya.
Abraham H. Maslow
The Farther Reaches of Human Nature, 1971

PENDAHULUAN
Abraham H. Maslow adalah orang yang berani mendengarkan secara mendalam dirinya sendiri dan kepercayaannya yang kokoh terhadap potensi positif spesies manusia. Dia dikenal sebagai perintis, visioner, filsuf ilmu, dan optimis. Dia adalah salah satu pendiri utama psikologi humanistik atau “Kekuatan Ketiga”, dan Motivation and Emotion, yang pertama kali diterbitkan pada 1954, yang berisi pertanyaan-pertanyaan pentingnya dan eksplorasi-eksplorasi awalnya tentang psikologi manusia. Gagasan-gagasan yang terelaborasi dalam Motivation and Personality telah membentuk landasan kerja intelektual Maslow. Buku ini memiliki pengaruh luar biasa dalam menciptakan pandangan yang positif dan menyeluruh tentang sifat manusia. Ia terus menjadi sumber referensi yang unik, tajam, dan berpengaruh, sebagaimana yang diindikasikan oleh tren-tren kekinian dalam psikologi, pendidikan, bisnis, dan kebudayaan. Dalam banyak bidang pengetahuan ini, ditemukan penekanan yang semakin luas terhadap aktualisasi-diri, nilai-nilai, pilihan, dan pandangan yang lebih holistik tentang individu.

PENGARUH MASLOW
Ulang tahun ke-50 majalah Esquire menyajikan artikel tentang tokoh-tokoh terpenting Amerika pertengahan abad kedua puluh satu. Para redaktur majalah tersebut memilih Maslow sebagai psikolog paling berpengaruh sekaligus sebagai salah satu kontributor paling penting terhadap pandangan modern kita tentang sifat manusia. George Leonard menulis:

Ia (Maslow) menulis tanpa kebesaran hitam seorang Freud atau keindahan bijak seorang Erik Erisoon atau kecermatan elegen dari seorang B. F. Skinner. Dia bukanlah pembicara brilian; pada tahun-tahun pertama dia sangat pemalu dan begitu sulit membawakan diri saat menaiki podium…. Cabang Psikologi yang ia dirikan tidak memiliki kedudukan sentral di perguruan tinggi dan universitas. Ia meninggal pada 1970, tetapi biografinya yang berskala penuh masih terus ditulis.

Akan tetapi, Abraham Maslow telah melakukan banyak hal untuk mengubah pandangan kita terhadap sifat manusia dan kemungkinan-kemungkinan manusia daripada yang dilakukan oleh para psikolog Amerika lain dalam lima puluh tahun terakhir. Pengaruhnya, baik langsung maupun tak langsung, terus berkembang, khususnya dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan teori manajemen, dan dalam kehidupan sosial dan personal jutaan masyarakat Amerika. (Leonard, 1983, hlm. 326)

            Ketika Maslow memulai karirnya, hanya ada dua kekuatan utama dalam psikologi: pendekatan eksperimental-behavioris dan pendekatan klinis-psikoanalitis. Bagi Maslow, kedua model ini tidaklah memadai. “Secara keseluruhan… saya rasa saya harus jujur untuk berkata bahwa sejarah manusia merupakan catatan metode-metode yang di dalamnya sifat manusia dijual terpisah. Secara praktis kemungkinan-kemungkinan terbesar sifat manusia nyaris selalu diremehkan” (1971, hlm. 7).
            Dalam karir intelektualnya, Maslow berusaha menyeimbangkan sikap meremehkan ini dengan investigasi terhadap kemungkinan-kemungkinan terbesar dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia. Dia sangat instrumental terhadap kemunculan dua kekuatan utama yang baru dalam psikologi: humanistik dan transpersonal. Keduanya mengeksplorasi kompleksitas sifat manusia secara menyeluruh tanpa membatasinya secara mekanis atau patologis.
            Kekuatan terbesar Maslow adalah kemampuannya untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting. Ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan krusial psikologi dalam kehidupan kita semua: Apakah manusia yang baik itu? Atau apa sumber kemampuan manusia? Apa yang membuat mereka bahagia, kreatif, dan terpuaskan? Bagaimana kita mengetahui bahwa seseorang telah mengaktualisasikan potensialitasnya kecuali kita tahu apa saja potensialitas-potensialitas ini? Bagaimana kita bisa benar-benar mentransendensi ketidakdewasaan dan ketidakamanan sikap kekanak-kanakan kita, dan dalam kondisi-kondisi seperti apa kita bisa melakukannya? Bagaimana kita mengembangkan suatu model yang kompleks dan menyeluruh tentang sifat manusia, menghargai potensi luar biasa kita, tanpa mengabaikan pandangan diri kita yang tidak rasional dan bagian-bagian diri kita yang tidak utuh? Apa saja motivasi-motivasi individu yang sehat secara psikologis?

Apakah orang yang mengaktualisasikan-diri merupakan representasi yang sebenarnya dari apa yang disebut sebagai manusia yang lebih dari sekadar tampak dari luar? Ini adalah salah satu pertanyaan besar Maslow terhadapa apa yang seringkali dijawab secara definitif oleh orang-orang bodoh dan para visioner. Apa yang hendak ditawarkan Maslow tentang aktualisasi diri bukanlah sekadar fakta piskologis, melaikan visi yang luas tentang sifat manusia. Ketika orang-orang hanya fokus pada erotisme, kekuatan, integrasi-diri, atau stimulus dan respons, Maslow justru berupaya menggali gagasan komprehensif tentang kebenaran gnostik dan kegembiraan pagan. (Lowry, 1973, hlm. 50)

            Pertanyaan-pertanyaan kreatif yang diajukan Maslow terus menginspirasi pengetahuan tentang sifat manusia dan mendorong eksplorasi lebih lanjut.
            Kehidupan Maslow didedikasikan untuk meneliti manusia yang dia pandang berpotensi sehat secara psikologis: “memang, orang-orang yang mengaktualisasikan diri, yang memiliki level kedewasaan, kesehatan, dan keterpenuhan-diri yang tinggi, tidak banyak mengajarkan kita bahwa terkadang mereka nyaris seperti sejenis spesies manusia yang unik dan berbeda dari manusia pada umumnya” (Maslow, 1968, hlm. 71).
            Maslow menemukan bahwa fungsionalitas manusia berbeda pada orang-orang yang bekerja dalam kondisi kesehatan yang positif daripada dalam kondisi kekurangan. Maslow menyebut pendekatan barunya sebagai “psikologi-Ada”. Ia menemukan bahwa orang-orang yang mengaktualisasikan diri dimotivasi oleh “nilai-nilai Ada”. Inilah nilai-nilai yang secara natural dikembangkan oleh manusia yang sehat dan tidak terbebani oleh agama dan budaya. Ia menegaskan bahwa “kita telah sampai pada sejarah biologis di mana kita saat ini bertanggung jawab atas evolusi kita sendiri. Kita telah menjadi pengembang-diri. Evolusi berarti menyeleksi dan, dengan demikian, memilih dan menentukan, dan ini juga berarti menilai dan menghargai” (1971, hlm. 11). Nilai-nilai yang diapresiasi oleh mereka yang mengaktualisasikan-diri mencakup kebenaran, kreativitas, kecantikan, kebaikan, keseluruhan, kebangkitan, keunikan, keadilan, kesederhanaan, dan kecukupan-diri.
            Penelitian Maslow tentang sifat manusia menuntunnya pada banyak kesimpulan, yang meliputi gagasan-gagasan utama berikut ini:

1.         Manusia memiliki kecenderungan intrinsik untuk bergerak menuju level kesehatan, kreativitas, dan keterpenuhan-diri yang lebih tinggi.
2.         Neurosis dapat dianggap sebagai blokade terhadap upaya kita menuju aktualisasi-diri.
3.         Evolusi masyarakat sinergistik adalah proses natural dan esensial. Ini adalah masyarakat yang individu-individu di dalamnya mampu mencapai level pengembangan diri yang tinggi, tanpa membatasi kebebasan satu sama lain.
4.         Efisensi bisnis dan pertumbuhan personal saling berhubungan satu sama lain. Pada dasarnya, proses aktualisasi diri akan menuntun setiap individu menuju level efisiensi tertinggi.

            Pada 1968, Maslow menyatakan bahwa revolusi dalam psikologi yang ia kembangkan akan berdiri solid. “Maka dari itu, inilah awal untuk menerapkan revolusi itu, khususnya dalam pendidikan, industri, agama, organisasi dan manajemen, terapi dan pengembangan-diri….” (hlm. iii). Memang, kajian Maslow merupakan bagian integral dari tren-tren intelektual utama abad ini. Dalam bukunya tentang Maslow dan psikologi modern, Colin Wilson menulis:

Paruh pertama abad ke-20 memperlihatkan reaksi terhadap zaman romantisisme, Biologi didominasi oleh Darwinisme yang rigid, filsafat oleh beragam bentuk positivisme dan rasionalisme, ilmu pengetahuan oleh determinisme. Yang terakhir dapat dilihat sebagai gagasan bahwa jika kita dapat membangun komputer raksasa dan memasukkan semua pengetahuan saintifik kita saat ini ke dalamnya, maka komputer tersebut dapat mengambil alih masa depan penemuan saintifik.

Para psikolog awal telah membatasi diri dengan berusaha menjelaskan perasan dan respons kita dalam konteks mekanisme otak; yakni, menafsirkan gambaran mekanis tentang otak/pikiran. Deskripsi-deskripsi Freud pada umumnya “kaya dan aneh”, tetapi deskripsi tersebut begitu pesimistis—atau apa yang disebut Aldous Huxley sebagai pandangan “basement dengan basement” tentang pikiran…. Maslow adalah orang pertama yang menciptakan psikologi yang benar-benar komprehensif, katakanlah, dari basement ke loteng. Maslow menerima metode klinis Freud tanpa menerima filosofinya…. Dorongan-dorongan “transenden”—estetis, kreatif, religius—merupakan salah satu bagian sifat manusia yang paling dasar dan permanen sebagaimana dominasi dan seksualitas. Jika dorongan itu tampaknya kurang “universal”, ini hanya karena sedikit manusia yang mampu mencapai dorongan tersebut.

Pencapaian Maslow sangat luar biasa. Sebagaimana para pemikir sejati pada umumnya, ia telah membuka jalan baru dalam melihat jagat raya. (Wilson, 1972, hlm. 181-184)

            Sepanjang hidupnya, Maslow merupakan seorang intelektual perintis. Ia terus menggali gagasan-gagasan teoretis baru, kemudian bergerak menuju bidang-bidang yang baru pula. Ia menunjukkan firasat, intuisi, dan afirmasinya yang kuat pada seluruh studi kesarjanaannya. Dia seringkali membiarkan orang-orang menganalisis dan menguji teori-teorinya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Maslow tak pernah berakhir.

BIOGRAFI SINGKAT
Abraham H. Maslow lahir pada 1 April 1908 di Brooklyn, New York. Orang tuanya adalah imigran Rusia-Yahudi. Ayahnya seorang pembuat dan penjual barel yang pindah dari Rusia ke Amerika saat masih muda. Setelah ia menetap, ia menulis pada sepupu perempuannya di Rusia. Ia bertanya pada sepupunya apakah ia mau tinggal di Amerika dan menikah bersamanya. Sepupunya pun setuju.
            Maslow adalah anak pertama dari tujuh bersaudara. Dia adalah pemuda yang sangat pemalu dan gelisah (neurotik), selalu tertekan, tidak bahagia, merasa sendiri, dan tertolak.

Saat masih kanak-kanak, sangat mengherankan mengapa aku bukan psikotis. Aku anak laki-laki kecil Yahudi di lingkungan masyarakat non-Yahudi. Ini mirip seperti seorang siswa baru Negro di sekolah anak-anak kulit putih. Aku terisolasi dan tak bahagia. Aku berkembang di perpustakaan, di kelilingi buku-buku, tanpa teman.

Kedua orang tuaku tak berpendidikan. Ayahku ingin aku menjadi pengacara…

Aku mencoba menimba ilmu di sekolah hukum selama dua minggu. Kemudian aku kembali lagi ke ayahku yang miskin pada suatu malam…dan mengatakan padanya bahwa aku tidak bisa menjadi pengacara.

“Baiklah, nak,” kata dia, “apa yang kamu inginkan?” Saya berkata padanya bahwa saya ingin belajar—belajar segala hal. Ayahku tak berpendidikan dan tak bisa memahami gairahku untuk belajar, tetapi dia adalah orang yang baik. (Maslow, dalam Hall, 1968, hlm. 37).

            Kecintaan Maslow untuk belajar, disertai dengan kecerdasarnnya yang hebat, membuatnya menjadi seorang pelajar yang brilian. (Beberapa tahun kemudian IQ-nya mencapai 195, skor tertinggi kedua yang diukur pada saat itu.) Maslow mengeksplorasi kehidupan kultural orang-orang New York dan sangat menyukai musik dan teater klasik. Setiap minggu ia selalu mengunjungi dua konser di Carnegie Hall, bahkan ia rela menjajakan kacang untuk bisa masuk ke teater.
            Maslow jua merasa kecintaannya semakin dalam pada sepupunya Bertha. Pada umur 19 tahun, akhirnya ia mencium Bertha dengan perasaan gugup. Ia kagum dan senang ternyata Bertha tidak menolaknya. Penerimaan dan cinta Bertha menjadi dorongan luar biasa bagi harga-diri Maslow yang saat itu selalu goyah. Setahun kemudian mereka pun menikah.
            Pada 1982, Maslow pindah ke University of Wisconsin dan mengambil jurusan psikologi. Di sana dia menerima pelatihan ketat dalam penelitian eksperimental dari beberapa psikolog ternama abad itu. Harry Harlow, peneliti primata terkenal, adalah salah satu profesor Maslow. Harlow adalah orang pertama dari para ilmuwan populer yang tertarik dengan pemuda yang brilian dan malu-malu ini, dan yang mengajarkannya, menginspirasikannya, dan membantunya memperoleh pekerjaan.
            Jabatan postdoktoral pertama Maslow adalah asisten peneliti bagi biavioris ternama Edrawd Thorndike. Maslow terkesan dengan potensi-potensi behaviorisme, yang dilambangkan keyakinan optimistisnya John B. Watson, bahwa psikologi saintifik dapat digunakan untuk melatih setiap orang menjadi apapun—“doktor, pengacara, bahkan ketua suku Indian”. Masow pada akhirnya menyadari keterbatasan-keterbatasan pendekatan behavioris terhadap kehidupan yang dianggapnya terlalu ketat.

Program menarik yang dirintis oleh Watson telah membawa saya pada psikologi. Akan tetapi cacat fatalnya adalah bahwa program tersebut hanya menarik untuk dan dalam laboratorium, meskipun Anda dapat memakai atau melepaskannya seperti baju laboratorium…. Ia tidak menghasilkan gambaran komprehensif tentang manusia, filosofi hidup, konsepsi tentang sifat manusia. Ini bukan panduan yang baik bagi kehidupan, bagi nilai-nilai, bagi pilihan-pilihan. Ini semata-mata cara mengumpulkan fakta demi fakta tentang perilaku, apa yang sekadar bisa Anda lihat dan dengar melalui pancaindera.

Sementara itu, perilaku dalam diri manusia terkadang berupa perlawanan, pembelaan-diri, semacam cara untuk menyembunyikan motif dan pikiran mereka, sebagaimana bahasa yang dapat digunakan untuk menutupi pemikiran kita dan menghindari komunikasi.

Jika Anda memperlakukan anak-anak Anda di rumah dengan cara yang sama seperti yang Anda terapkan pada hewan di ruang laboratorium, istri Anda mungkin akan mencungkil mata Anda. Suatu ketika Istri saya pernah memperingatkan saya dengan ganas saat mengeskperimentasi bayinya. (Maslow, dalam Lowry, 1979, Vol. II, hlm. 1059-1060).

            Maslow juga percaya bahwa teori Freudian telah memberi kontribusi besar bagi pemahaman manusia, khususnya dalam mengiluminasikan perasan sentral seksualitas dalam perilaku manusia. Di Columbia University, ia pernah membuat kontroversi dengan mewawancarai para mahasiswi tentang kehidupan seksual mereka. Ini terjadi pada tahun 1936, ketika penelitian tentang seksualitas belum pernah ada. Dari sinilah, Maslow menginspirasi beberapa kajian penting tentang seksualitas, termasuk kajian Kinsey yang dimulai dua tahun berikutnya. Maslow menemukan bahwa aktivitas seksual berhubungan dengan “dominasi”, sejenis karakteristik yang ia teliti dalam laboratorium primata-nya Harlow.
            Maslow menerima gelar profesor psikologi di Brooklyn College dan mengajar di sana selama 14 tahun. Dia menginspirasi para mahasiswanya dengan kecintaannya untuk terus belajar dan antusiasmenya yang tinggi terhadap psikologi. Banyak mahasiswa Brooklyn College berasal dari keluarga imigran, dan tentu saja mereka sangat rentan sakit jika dihadapkan pada lingkungan akademik yang benar-benar baru. Maslow adalah salah satu dari sedikit profesor yang memahami hal ini. Para mahasiswa sangat mengapresiasi perhatian Maslow pada mereka. Maslow merupakan salah satu dari pengajar paling terkenal di sana; ia dikenal sebagai “Frank Sinatra-nya Brooklyn College.”
            Kota New York adalah salah satu pusat intelektual terbesar di dunia saat itu, tempat tinggal bagi para ilmuwan Eropa yang sebagian melarikan diri dari penindasan Nazi. Para mentor Maslow di The New School for Social Research di New York meliputi Alfred Adler, Erich Fromm, Karen Horney, dan Margaret Mead. Dua ilmuwan besar lain tidak hanya menjadi pembimbing, tetapi juga teman dekat Maslow: Ruth Benedict, antropolog, dan Maz Werheimer, pendiri psikologi Gestalt.
            Maslow sangat terinspirasi oleh Benedict dan Wertheimer. Tidak hanya karena mereka brilian, kreatif, dan produktif, tetapi juga karena mereka begitu hangat, perhatian, dan dewasa. Dia mulai mencatat beberapa hal kecil tentang mereka, mencoba menganalisis apa yang membuat mereka menjadi manusia yang sangat baik sekaligus ilmuwan yang cerdas. Maslow membedakan Benedict dan Wertheimer dengan Hitler—sebagai contoh perbandingan umat manusia yang terbaik dan terburuk.

Investigasi saya tentang aktualisasi-diri tidak direncanakan menjadi penelitian dan tidak berawal sebagai penelitian. Investigasi ini hanyalah upaya seorang intelektual muda yang mencoba memahami dua pendidiknya yang ia cintai, segani, dan kagumi; dan yang sangat, sangat luar biasa. Ini merupakan sejenis pengabdian IQ yang tinggi. Saya tidak bisa sekadar puas untuk mengagumi, tetapi juga tertarik untuk memahami mengapa dua orang ini begitu berbeda dari orang-orang lain di dunia. Keduanya adalah Ruth Benedict dan Max Wertheimer. Mereka adalah pengajar saya setelah saya memperoleh Ph.D. dari Eropa ke kota New York; mereka adalah orang-orang yang luar biasa. Bahkan, mereka seolah-olah tidak tampak sebagai manusia, tetapi sebagai sesuatu yang melebihi manusia. Investigasi saya dimulai dengan aktivitas pra-saintifik. Saya membuat deskripsi dan catatan tentang Max Wertheimer dan saya juga membuat catatan tentang Ruth Benedict. Ketika saya mencoba memahmi mereka, berpikir tentang mereka, dan menulis tentang mereka di jurnal dan catatan saya, pada suatu momen saya menyadari bahwa kedua pola mereka ternyata dapat digeneralisasikan. Artinya, saya sedang berbicara tentang seseorang, bukan tentang dua individu yang tidak dapat dikomparasikan. Ada kegembiraan luar biasa di dalamnya. Saya mencoba melihat apakah pola ini dapat ditemukan di tempat lain, dan saya menemukannya, pada seseorang yang lain. (Maslow, 1971, hlm. 41)

            Pada awal Perang Dunia II, Maslow dipaksa pindah oleh pawai patriotik. Ia memutuskan untuk menghentikan karirnya dalam penelitian eksperimental dan mulai beralih untuk memahami kasus-kasus kebencian, prasangka, dan perang secara psikologis.

Saya lihat air mata itu berjatuhan di wajah saya. Saya rasa kita tidak pernah memahami—tidak hanya Hitler, tetapi juga orang-orang Jerman, Stalid, dan para komunis. Kita tidak memahmi apapun tentang mereka. Saya rasa jika kita dapat memahminya, kita dapat sedikit lebih maju….

Saya terlalu tua untuk bergabung menjadi tentara. Ini adalah salah satu momen di mana saya menyadari bahwa sisa hidup saya harus didedikasikan untuk menemukan psikologi “baru” demi tabulasi kedamaian….

Saya ingin membuktikan bahwa manusia mampu melakukan sesuatu lebih hebat daripada sekadar perang, berprasangka, dan saling benci.

Saya ingin meneliti secara saintifik semua problem yang dihadapi oleh oleh mereka yang nonsaintifik—agama, puisi, nilai, filsafat, seni.

Saya akan memulainya dengan berusaha memahmi orang-orang besar, spesies-spesies terbaik umat manusia yang bisa saya temukan. (Maslow, dalam Hall, 1968, hlm. 54-55)

            Pada 1951, Maslow akhirnya meninggalkan Brooklyn College untuk pindah ke Brandeis University yang pada saat itu baru dibangun. Ia menjadi ketua jurusan pertama psikologi dan sangat berkomitmen pada pertumbuhan dan pengembangan universitas. Maslow tinggal di Brandeis hingga 1969, setahun sebalum kematiannya. Selama periode itu ia menyaring kembali gagasan-gagasannya, dan secara perlahan-lahan bergerak menuju teori komprehensif tentang manusia. Pada 1962, ia membantu mendirikan Association for Humanistic Pyschology dengan sekelompok kolega terkenal, yang meliputi Rollo May dan Carl Rogers. Untuk melanjutkan eksplorasinya terhadap pencapaian-pencapaian lebih jauh potensi manusia, Maslow turut menginspirasi penerbitan Journal of Transpersonal Psychology. Dia menulis tentang dua jenis psikologi berikut ini:

Saya harus mengakui bahwa saya menganggap tren humanis dalam psikologi ini sebagai revolusi pengetahuan yang paling precise dan paling tua tentang dunia, suatu pengetahuan yang di dalamnya Galileo, Darwin, Einsten, Freud, dan Marx membuat revolusi-revolusi mereka. Tren yang baru itu mencakkup cara-cara baru dalam persepsi dan pemikiran, gambaran-gambaran baru tentang individu dan masyarakat, konsepsi-konsepsi baru tentang etika dan nilai, arah baru untuk berubah.

Psikologi Ketiga kini menjadi salah satu aspek dari … filosofi kehidupan, konsepsi baru tentang manusia, dan permulaan abad kerja yang baru….

Saya juga perlu menegaskan bahwa saya menganggap Humanistik, Psikologi Kekuatan Ketiga tengah bertransisi, bersiap diri menuju Psikologi Keempat yang “lebih tinggi”, transpersonal, transmanusia, yang berpusat pada kosmos daripada kebutuhan dan minat umat manusia. (Maslow, 1968, hlm. iii-iv).

            Maslow juga tertarik dengan dunia bisnis. Pada musim panas tahun 1962 ia mengunjungi Non-Linear Systems, sebuah korporasi teknologi tinggi inovatif yang berpusat di California. Maslow menemukan bahwa teori-teorinya relevan dengan manajemen bisnis dan bahwa ada banyak orang yang mengaktualisasikan diri dalam dunia industri.
            Dia melihat bahwa sebagian besar pebisnis yang sukses selalu menerapkan pendekatan yang positif terhadap sifat manusia, sebagaimana yang ia advokasi dalam psikologi. Ia senang menemukan bahwa para manajer yang memperlakukan bawahannya dengan kepercayaan dan rasa hormat mampu menciptakan situasi kerja yang lebih suportif, lebih produktif, dan lebih kreatif. Teori-teori abstrak Maslow pun juga teruji dalam dunia perdagangan.

Berkali-kali saya ditanyakan apa yang membuat saya mengunjungi Non-Linear Systems…. Satu hal yang pasti adalah bahwa teori-teori saya, khususnya motivasi, telah diterapkan dan diuji dalam laboratorium industri daripada dalam laboratorium eksperimental. Saya merasa bersalah karena saya tidak mampu memperhitungkan bagaimana menguji teori motivasi dan teori SA (aktualisasi-diri) dalam laboratorium. Mereka menghibur saya atas rasa bersalah ini dan melepaskan saya selamanya dari laboratorium. Saya tidak tahun bagaimana harus mengungkapkan hal ini. Non-Linear merupakan laboratorium yang besar dan ekperimen yang juga besar.

Saya akhirnya menyadari bahwa psikologi manajemen pada hakikatnya bukan sekadar aplikasi psikologi murni. Sebaliknya, psikologi murni justru dapat belajar lebih banyak hal dari penelitian-kerja kehidupan-nyata daripada sebaliknya. Psikologi kehidupan lebih baik diuji dalam laboratorium-kehidupan. Laboratorium kimia dan eksperimen uji-tabung adalah model-model buruk bagi penelitian kehidupan manusia. (Maslow, dalam Lowry, 1979, Vol. I, hlm. 191).

            Maslow juga mengalami peristiwa unik di California pada musim panas. Saat itu dia dan Bertha berjalan-jalan sepanjang pantai California untuk berlibur. Ia merasa membuat kemajuan yang lebih lambat dari yang ia rencanakan. Hari semakin malam ketika mereka mengelilingi Big Sur. Namun, tiba-tiba mereka terpaksa minggir saat melihat apa yang ada di motel. Mereka menemukan sekelompok orang dalam padepokan tua, semuanya membaca buku Maslow yang baru, Toward a Psychology of Being.
            Gagasan-gagasan Maslow berkembang hingga ke Esalen Institue. Pusat pertumbuhan pertama dunia itu baru saja dibuka. Michael Murphy, co-founder Esalen, telah membaca buku baru Maslow dan dengan sangat antusias membagikan salinan-salinannya kepada para staff Esalen. Maslow dan Murphy pun segera menjadi sahabat dekat, dan gagasan Maslow memberikan pengaruh penting terhadap Esalen dan gerakan potensi manusia secara keseluruhan.
            Maslow adalah seorang intelektual murni yang kemudian berubah haluan untuk lebih fokus pada perasaan dan potensi manusia. Ia memberi workshop pertama di Esalen selama dua tahun setelah Esalen dibangun. Institute ini memperoleh reputasi nasional sebagai pusat avant-grade bagi kelompok-kelompok pertemuan dan workshop-workshop sejenis yang begitu emosional dan fantastis. Namun, di akhir pekan Maslow, sebaliknya, murni intelektual. Karena mereka tertarik dengan gagasan-gagasannya, beberapa anggota staf Esalen seringkali mengajaknya untuk sekadar duduk, berbincang-bincang, dan berdiskusi.
            Pada suatu sore, Fritz Perls, pendiri terapi Gestalt dan lulusan terbaik Esalen, bosan dengan kurangnya aksi emosional dalam diskusi Maslow. Ia mulai merayap menuju seorang wanita atraktif di seberang ruangan, lalu menyanyi dengan kerasa “Anda adalah ibu saya; saya ingin ibu saya; Anda adalah ibu saya”. Peristiwa ini langsung mengacaukan sesui diskusi sore tersebut. Dengan perasaan bingung dan tersinggung, Maslow pun meninggalkan ruangan. Selanjutnya, ia menyendiri di ruangannya malam itu dan berpikir tentang beberapa perbedaan antara pendekatannya dan penekanan eksperiental yang sudah umum di Esalen. Malam itu juga ia menyelesaikan satu ikhtisar artikel klasik yang membedakan Apolonian yang terkontrol dan Dinosian yang terlantar.
            Terlepas dari sifat kajiannya yang begitu revolusioner dan seringkali kontroversial itu, pada 1967 Maslow terpilih sebagai presiden American Psychological Association. Kolega-koleganya mengakui pengaruh Maslow meskipun mereka menolak inovasi-inovasinya dalam teori dan metodologi.
            Pada 1968 Maslow diberi penghargaanyang memungkinkannya mendedikasikan tahun-tahun terakhirnya untuk menulis. Ia meninggalkan Brendis dan pindah ke California, tempat ia meninggal karena serangan jantung pada 1970.
            Berikut ini adalah catatan hariannya yang terakhir yang ia tulis, tertanggal 7 Mei 1970.

Terkadang beberapa orang bertanya pada saya… apa yang membuat seorang remaja mampu berubah menjadi pemimpin dan pembicara yang (tampak) “berani”? Tentu saja saya sedikit bingung menghadapi pertanyaan ini. Bagaimana saya harus berpendapat, mengambil prinsip yang tak populer, sementara kebanyakan orang lain menolak? Saya mungkin terpaksa akan berkata: “Kecerdasan—yang secara realistik sekadar melihat fakta-fakta,” tetapi saya kemudian menarik jawaban itu kembali—sendirian—karena saya merasa jawaban ini salah. Saya akhirnya menjawab, “Itikad baik, kesabaran, dan kecerdasan.” Saya pikir selama ini saya hanya hanya mempelajari banyak hal dari subjek-subjek saya yang mengaktualisasikan diri; dari pola hidup mereka dan dari metamotivasi mereka, yang saat ini telah membentuk saya seperti ini. Saya seringkali merespons secara emosional ketidakadilan, kekejian, kebohongan, kedustaan, kebencian, dan kekerasan, jawaban-jawaban simplistis…. Jadi saya merasa rendah, bersalah, tak jantan ketika saya tidak mengatakan yang sebenarnya. Dengan demikian, saya harus melakukannya.

Apa yang dibutuhkan oleh anak-anak dan para intelektual—dan juga setiap orang—adalah etos, sebuah sistem nilai saintifik dan politik humanistik, disertai dengan teori, fakta, semuanya…. Jadi sekali lagi saya harus berkata pada diri saya sendiri: bekerjalah! (Lowry, 1979, Vol. II, hlm. 1309)

REFERENSI
Hall, M. H. (1968). “A Conversation with Abraham H. Maslow”. Psychology Today, 35-37, 54-57.
International Study Project. (1972). Abraham H. Maslow: A Memorial Volume. Monterey, CA: Brooks/Cole.
Leonard, G. (Desember, 1983). “Abraham Maslow and the New Self”. Esquire, hlm. 326-336.
Lowry, R. (1973). A. H. Maslow: An Intellectual Portrait. Monterey, CA: Brooks/Cole.
Lowry, R. (Ed.). (1979). The Journals of Abraham Maslow (2 Vol.). Montrey, CA: Brooks/Cole.
Maslow, A. (1968). Toward a Psychology of Being (edisi ke-2). New York: Van Nostrand.
Maslow, A. (1971). The Farther Reaches of Human Nature. New York: Viking Press.
Wilson, C. (1972). New Pathways in Psychology: Maslow and the Post-Freudian Revolution. New York: Mentorn.



 

Guguran Daun-Daun © 2010

PSD to Blogger Templates by OOruc & PSDTheme by PSDThemes